24 Juli 2008

serial cinta itu

Gara-gara ditulisan sebelum ini menyinggung sedikit tentang bukunya Anis Matta "Serial Cinta" gk da salahnya kan jika diistimewakan sedikit deh tuh buku :p karena dengannya tergugah rasa (halah...). Sampai tulisan ini aq tulis, baru sampe bab 15 yang selesai aq baca. Dan dari sederet bab-bab cerial cinta itu aq paling suka bab ke-13 "Sayap yang tak pernah patah". Lengkapnya aq tulis aja kali ya?

Begini ceritanya (hayooo semuanya duduk yang manis.cerita mo dimulai :p)

Anis matta menulis:

Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang patah. Atau kisah Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka 'majnun', lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.

Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu disana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:
O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati

Mari kita ikut berbelasungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.

Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. "Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lainnya". Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.

Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab disini kita justru sedang melakukan sebuah "pekerjaan jiwa" yang besar dan agung: mencintai.

Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang sesungguhnya terjadi hanyalah "kesempatan memberi" yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki cinta, memiliki 'sesuatu' yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pecinta sejati selamanya hanya bertanya: "Apakah yang akan kuberikan?" Tentang kepada "siapa" sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.

Jadi kita hanya patah atau hancur karena kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan gidup bersamanya! Maka ketika dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita?

Begitulah isi bab yang lumayan menyentuh rasaku. Aq sebenarnya bukan sedang patah hati lho (kapan ya aq pernah patah hati? halah...gk aq banget deh...hehe maunya..) hanya, tulisan ini lumayan menyadarkan qt bahwa cerita2 selama ini yang qt baca yang kemudian qt pikir itulah benarnya, ternyata dari sisi lain seperti yang anis matta jabarkan lebih berdampak positif. Karena kita mencintai selain-Nya hanyalah sebuah bentuk bukti cinta padaNya. mmm...dalam bgt. Aq mulai sadar ada salah dalam penerimaan q selama ini tentang segala bentuk cinta. Sadaaaaaaar Abisssss ^_^


Tidak ada komentar: